![]() |
| Suparyono, Wakil Ketua DPRD Kota Depok dalam Talkshow bertema "Kawasan Bebas Rokok" di Jak TV |
Depok, (12/10) - Secara umum, dengan adanya Hari Kesehatan Nasional ini, kita semua diingatkan agar terus dan terus selalu menjaga nikmat Tuhan yang namanya sehat ini. Yang sangat luar biasa. Salah satu yang menyebabkan perilaku hidup kita menjadi tidak sehat ini adalah perilaku rokok ini. Ini masih banyak kalau kita bicara kesehatan, bukan hanya rokok. Banyak sekali dan saya kira ini adalah sesuatu yang harus kita semua apresiasi, harus kita semua respon agar kita dan bangsa kita bisa lebih sehat lagi kedepan.
Terkait dengan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Kota Depok ini, awalnya saya ngobrol-ngobrolo bersama Bapak Walikota Depok, kami prihatin dengan kondisi rakyat Indonesia, tidak hanya di Kota Depok saja, dengan perilaku merokok ini sudah sangat-sangat diluar batas yang buat saya sudah sangat irasional. Lalu Pak Walikota mencoba apa yang dapat kita lakukan terhadap masalah ini, kira-kira tahun 2008 beliau membuat Surat Edaran tentang 7 (tujuh) kawasan yang dilarang merokok, tapi sifatnya baru himbauan dan lebih kepada internal PNS di Kota Depok. Terus berjalan, kita coba amati, hingga tahun 2012 yang tadinya hanya berupa Surat Edaran, kita titipkan di Perda Ketertiban Umum karena ini termasuk yang mengganggu ketertiban umum.
Kita coba terus kaji lagi, kita buat juga kerja sama dengan UI, kita buat studi banding, akhirnya sekitar bulan Mei 2014 kemarin, Pemerintah Kota Depok bersama DPRD Kota Depok dibantu juga oleh teman-teman Akademisi UI, lahirlah Perda Kawasan Tanpa Rokok yang kira-kira terdapat 7 (tujuh) kawasan dimana dilarang merokok. Kita berharap dengan adanya Perda ini, kalau untuk melarang atau menghentikan sama sekali, rasanya sulit. Karena mungkin sudah menjadi kebiasaan yang berurat-akar, saya kira.
Saya pernah punya pengalaman, saya pernah ke Candi Borobudur, saya lihat ada anak muda merokok dengan asbak penuh didepannya. Saya tanya, “Mas, apa Masnya ndak pernah baca ada survey, penelitian yang menyatakan bahwa setiap 1 (satu) batang rokok yang kita hisap, umur kita berkurang 2 (dua) detik?” Dia bilang, “saya baca kok Pak itu, tapi kalau saya ndak merokok, saya stres Pak. Kalau saya stres, umur saya berkurang 5 (lima) detik.” Artinya, selalu akan ada jawaban jika kita melarang. Maka, Perda Kawasan Tanpa Rokok ini bukan melarang sama sekali, silahkan anda merokok tapi tidak di ruangan ini. Karena banyak orang lain yang juga harus mendapat hak mereka untuk menghirup udara yang segar, yang bersih. Kira-kira seperti itulah Perda Kawasan Tanpa Rokok ini.
Latar belakang tadi adalah latar belakang empiris. Ada latar belakang yuridisnya juga. Jika tadi rokok sudah dijelaskan memiliki dampak terhadap penyakit kanker, juga ada dampaknya terhadap kanker yang lain yaitu kantong kering. Saya tadi coba cari informasi, ternyata di tahun 2014 ini target cukai kita secara nasional Rp116 trilyun. Perkiraan saya, jika target cukainya sebesar 116 trilyun, maka omzet penjualan rokok itu bisa sekitar 300 trilyun. Jadi masyarakat kita menghabiskan uangnya selama setahun untuk beli rokok itu sebesar 300 trilyun. Itu sama dengan jumlah subsidi BBM yang sekarang sedang diributkan.
Perilaku irasional yang lain yang saya temui adalah, ada orangtua yang rela uangnya disimpan untuk beli rokok ketimbang untuk anaknya mendapatkan sekolah yang baik. Kalau buat rokok tidak ada kata tidak punya uang, tapi kalau untuk sekolah semuanya dibebankan kepada pemerintah, mulai dari buku, sepatu, seragam. Inilah yang kami sebut dengan perilaku irasional tadi. Yang inilah yang kita coba kurangi, yaitu pada 2008 kita, Pemerintah Kota Depok, buat melalui Surat Edaran. Ditambah pada tahun 2009 Pemerintah mengeluarkan UU nomor 36 yang salah satu pasalnya mengamanahkan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok, inilah yang menguatkan kami membuat Perda Kawasan Tanpa Rokok.
Salah satu dari 7 (tujuh) tempat yang diatur sebagai kawasan tanpa rokok adalah sekolah, maka dalam fit and proper test penempatan jabatan Kepala Sekolah di Depok adalah mereka yang tidak merokok. Minimal 300 meter dari pagar sekolah, baru boleh merokok. Harapan kami, jangan ada Guru yang merokok sebagai contoh kepada semua anak didik. Karena Guru sendiri adalah orang yang digugu dan ditiru. Kasihan murid-muridnya.
7 (tujuh) kawasan tanpa rokok yang ada di Depok ini, selain sekolah, juga ada tempat-tempat umum, angkutan umum, tempat ibadah, rumah sakit, tempat-tempat kerja.
Perda Kawasan Tanpa Rokok ini sudah urgent, penting, dan mendesak. Jika tadi belanja masyarakat untuk rokok kita konversikan misal ke investasi, hal itu sudah akan sangat produktif luar biasa. 300 trilyun bayangkan, setiap tahunnya. Kalau itu dipakai untuk modal kerja, akan luar biasa. Belum lagi cost recoverykesehatan mereka para perokok itu, saya prediksi ini sangat besar lagi jumlahnya. Apalagi ini sudah ditanggung Negara, ada BPJS, Kartu Indonesia Sehat. Antara cukai dan biaya kesehatan yang harus ditanggung, lebih besar biaya yang harus ditanggung.
Dan jangan lupa juga, merokok ini mengurangi produktifitas. Kalau perokok ini sakit, dia tidak bekerja, produktifitasnya turun, berapa kerugian yang ia tanggung. Uang yang dibakar itu sebesar 300 trilyun per tahunnya, bayangkan.
Tahapan Perda Kawasan Tanpa Rokok ini di Kota Depok baru sosialisasi, karena lahirnya pun baru sekitar Mei 2014 lalu. Pada malam hari ini pula, harapannya banyak masyarakat Kota Depok yang ikut menyaksikan. Mungkin resminya, baru kita coba berlakukan sanksinya itu pada Januari 2015 nanti. Selama mereka berjualan, beriklan diluar 7 (tujuh) kawasan tanpa rokok tadi itu, memang tidak dapat ditindak. Tapi jika dilakukan didalam ruang termasuk 7 (tujuh) kawasan tanpa rokok ya kena sanksinya. Sanksi dapat dikenai kepada orang per orang dan badan hukum. Ada sanksi denda dan kurungan.
Gambaran ideal yang diharapkan dari Perda Kawasan Tanpa Rokok ini, mungkin kalau saat ini ingin dihentikan sama sekali masih sangat sulit. Tapi paling tidak kita bisa mengurangi yang tadinya merokoknya 3 (tiga) bungkus, maka dengan adanya Perda Kawasan Tanpa Rokok ini merokoknya jadi 2 (dua) bungkus. Harapannya terus semakin berkurang jumlah mereka yang merokok. Dengan berkurangnya jumlah orang yang merokok, udara kita jadi lebih sehat, masyarakat dan anak-anak lebih sehat, juga kesejahteraan masyarakat semakin meningkat dengan uang yang tadinya hanya dibakar sia-sia dapat diaplikasikan ke hal lain yang lebih bermanfaat. Itulah harapan besarnya. Tapi untuk saat ini, setidaknya mengurangi kebiasaan merokoknya dahulu.
Untuk UI, kita berharap UI menjadi model, karena UI adalah termasuk kawasan yang diisi oleh orang-orang terpelajar. Saya kira, semestinya, UI menjadi pelopor kawasan tanpa rokok. Selain UI, juga ada sejumlah kampus lain yang kampus ini potensial bagi anak muda untuk menjadi prioritas dalam penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok.
Untuk anggaran sosialiasi Perda Kawasan Tanpa Rokok, sudah dianggarkan dan dijalankan oleh Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Depok. Kami bersyukur sekali, hampir sebagian besar anggota DPRD sudah tidak ada yang merokok. Termasuk adanya aturan Kode Etik saat anggota DPRD Kota Depok rapat itu tidak boleh ada yang merokok, jika ada yang merokok ya Ketua dapat menegur.
Terkait pro dan kontra terhadap Perda Kawasan Tanpa Rokok ini, jelas ada. Semua kebijakan pasti menimbulkan pro dan kontra. Tapi kalau yang diuntungkannya jauh lebih besar, ya harus diambil. Dalam Islam pun ada kaidahnya bahwa mustahil kita capai keridhaan manusia, karena pasti ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Tinggal kita menghitung saja, banyak ruginya atau banyak kebaikannya. Tinggal pemerintah, dalam hal Perda Kawasan Tanpa Rokok ini, persuasif menjelaskan dampak-dampak buruk dari rokok ini.
Pemerintah dan DPRD Kota Depok sudah buktikan komitmen sehat ini dalam Perda Kawasan Tanpa Rokok ini, tinggal kita semua jalani implementasinya di lapangan. Saya yakin tidak dapat secepat kilat kita dapat hasilnya, karena merokok ini seperti sudah jadi semacam kebiasaan pada masyarakat kita.
Yang salah dengan semakin banyaknya jumlah perokok saat ini, salah satunya adalah harga rokok yang terlalu murah. Saat kemarin saya ke Batam, ada orang Batam cerita kalau orang Singapura mau merokok itu harus pergi ke Batam dulu, karena harga rokok di Singapura itu kira-kira sekitar Rp120 ribu, sedangkan di kita harga Rp15 ribu pun ada. Lalu yang kedua, gencarnya iklan rokok di Indonesia, walaupun dimahalkan tetap banyak yang mau beli karena mengiklankannya kuat. Kenaikan pajak rokok tidak signifikan dengan inflasi, jadi kurang terasa.
Di jalan protokol di Kota Depok, sudah tidak boleh ada iklan rokok. Harapannya, Perda Kawasan Tanpa Rokok ini bukan finaltapi ada Perda lain yang semakin mempersempit ruang rokok ini.
Ada 4 formula jika kita ingin sehat : makanan yang sehat, istirahat yang sehat, kebersihan, menghindari perilaku merokok ini. Dalam hal merokok ini, jika kita ingin Kota Depok ini menjadi Kota yang sehat, ini support-nya bukan hanya dari yang bersangkutan merokok saja, kalau dia benar-benar berhenti merokok wah itu luar biasa sekali. Keluarga juga harus mendukung, terutama para Ayah, Ibu. Jangan Ayah-Ibunya merokok. Kalau Ayah-Ibunya merokok, itu anaknya dipastikan juga merokok. Tapi kalau Ayah-Ibunya tidak merokok, anaknya juga ikut tidak merokok. Lingkungan juga penting, karena ini dapat mempengaruhi seseorang untuk akhirnya jadi merokok. [CCM]






Posting Komentar